top of page

Penyebab Gigi Persistensi

drg. Refina | 13 Maret 2025

Penyebab Gigi Persistensi

Persistensi gigi merupakan keadaan saat gigi susu belum tanggal sempurna, namun gigi permanen penggantinya sudah tumbuh. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti ankylosis, resorpsi akar yang terlambat, hipotiroidisme, malnutrisi, genetik, atau posisi benih gigi permanen yang abnormal (Achmad dkk., 2021). Persistensi menjadi salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak dialami masyarakat Indonesia khususnya anak-anak usia sekolah dasar rata-rata berumur 6-12 tahun. Rentang umur ini adalah fase gigi campuran (mixed dentition) yang dikenal sebagai periode kritis pertumbuhan dan perkembangan. Pemantauan secara rutin ke dokter gigi perlu dilakukan agar tidak terjadi gangguan pada fase ini. Periode usia tersebut merupakan fase peralihan dari gigi susu ke gigi permanen yang dapat mengakibatkan terganggunya erupsi gigi permanen.

Kondisi persistensi mengakibatkan gigi permanen penggantinya tidak bisa menembus gusi sehingga menimbulkan pembengkakan. Gigi harus tumbuh dan tanggal sesuai dengan waktunya, kondisi persistensi sangat rawan karena akibat pertumbuhan gigi yang tidak normal dapat menimbulkan kelainan (Zahara 2019). Bila terjadi gangguan pada erupsi gigi permanen maka dapat menimbulkan maloklusi, gangguan estetik dan gangguan otot pengunyahan.

Gigi yang paling banyak mengalami persistensi adalah gigi seri susu kedua rahang bawah. Berdasarkan teori yang ada, posisi benih gigi permanen depan rahang bawah terletak di area lingual apeks gigi susu yang akan diganti, sehingga jika resorbsi akar gigi susu terhambat maka gigi permanen akan tetap bergerak untuk tumbuh dengan mengubah arah erupsinya ke arah lingual gigi susu yang belum tanggal, sehingga gigi akan tumbuh dibelakang gigi susu dan menjadi berantakan.

Gigi susu yang persistensi bisa saja sudah goyang dan hanya disangga oleh jaringan lunak, namun ada juga yang memang tidak teresorbsi secara normal sehingga belum goyang. Maloklusi ini dapat menyebabkan pasien kesulitan saat membersihkan gigi, oleh karena itu diperlukan perawatan lebih lanjut untuk mengatasi maloklusi tersebut.

Sumber :
1. Lestari, Z. D., Wibowo, T. B., Pradopo, S. (2016). Prevalensi persistensi gigi sulung dan maloklusi pada anak usia 6-12 tahun.
2. Kurniasih, P. W., Purwaningsih, E., Hidayati, S., Isnanto., Rofiah, E. M. (2022). Pengetahuan Orang Tua Tentang Persistensi Gigi di Wilayah Kerja Puskesmas Parengan Kabupaten Tuban 2022. In Indonesian Journal of Health and Medical (Vol. 2, Issue 3).

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon

Klinik Satriabudi Dharma Medika © 2023

Thanks for submitting!

bottom of page